SURAKARTA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta tengah menghadapi tantangan besar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2026. Kabar yang beredar menyebutkan, dana transfer dari pemerintah pusat berpotensi dipotong hingga 24 persen. Jika benar terealisasi, pemangkasan tersebut dapat berdampak langsung pada jalannya pembangunan dan program layanan publik di Kota Bengawan.
Meski demikian, dalam draft Nota Keuangan RAPBD 2026 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Surakarta di Graha Paripurna, Rabu (10/9), Pemkot masih memproyeksikan dana transfer pusat sebesar Rp1,2 triliun, angka yang sama dengan tahun sebelumnya. Kendati demikian, Pemkot tidak ingin terlena dan telah menyiapkan langkah antisipasi. Wali Kota Surakarta, Respati Ahmad Ardianto, menegaskan bahwa apapun skenario yang terjadi, kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.
“Infonya memang ada kemungkinan pemotongan, tapi kita masih menunggu kepastian resmi. Yang jelas, bersama DPRD kami sedang menyusun kebijakan fiskal agar lebih efisien. Prinsipnya pelayanan publik tidak boleh berkurang. Itu prioritas utama, karena masyarakat tidak boleh dirugikan,” tegas Respati usai rapat paripurna.
Ia menjelaskan bahwa strategi Pemkot mencakup efisiensi internal sekaligus membuka ruang optimalisasi pendapatan daerah tanpa membebani warga. Salah satu terobosan yang disiapkan adalah pembentukan tim khusus optimalisasi pendapatan yang akan fokus menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), mulai dari investasi, pariwisata, hingga pemanfaatan aset daerah.
“Kuncinya investasi. Bagaimana caranya uang bisa berputar lebih cepat di Kota Surakarta. Tourism akan menjadi fokus, mendatangkan wisatawan, dan menggerakkan ekonomi warga. Oktober nanti, Pemkot juga menggelar Festival Aset. Aset-aset daerah akan diklasifikasikan menjadi tipe A, B, dan C. Yang tipe A akan dibuka peluang investasi dari luar kota, sehingga bisa menjadi sumber PAD baru,” jelasnya.
Selain itu, Respati menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan pendapatan daerah. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui dari mana sumber pendapatan berasal dan ke mana uang daerah dialokasikan.
“Selama ini perhitungannya masih belum transparan. Makanya kami ingin masyarakat ikut serta. Pendapatan daerah harus terbuka, penggunaannya jelas, dan penyalurannya bisa diawasi bersama. Dengan begitu, kepercayaan publik meningkat,” tambahnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, Daryono, mengakui bahwa kabar pemotongan dana transfer memang sudah masuk ke meja legislatif. Walaupun belum bersifat resmi, DPRD memilih untuk bersikap waspada dan menyiapkan skenario efisiensi.
“Setelah pembahasan paripurna, kami menerima edaran dari Menteri Keuangan soal efisiensi. Walaupun belum resmi, indikasinya jelas ada potensi pemotongan dana transfer. Maka DPRD bersama Pemkot harus bersiap. Yang utama, gaji pegawai tetap aman. Pos-pos lain kita evaluasi, terutama kegiatan yang bisa ditunda. Bukan dihapus, tapi diundur pelaksanaannya,” terang Daryono.
Ia menambahkan, efisiensi belanja daerah harus dilakukan dengan cermat agar tidak menghambat sektor-sektor produktif yang mendukung pertumbuhan PAD. Menurutnya, proyek pembangunan infrastruktur dasar tetap harus berjalan karena dampaknya langsung terhadap peningkatan pajak dan retribusi daerah.
“Kalau bicara efisiensi, ya pasti banyak yang bisa dihemat. Tapi jangan sampai menunda hal-hal produktif. Infrastruktur misalnya, itu justru bisa mempercepat PAD. Jadi kita harus cermat dalam memilih prioritas,” lanjutnya.
DPRD juga menegaskan bahwa strategi peningkatan PAD tidak boleh membebani masyarakat kecil. Pajak memang salah satu pilihan, tetapi harus selektif. “Kalau bisa jangan semua masyarakat dibebani. Pilih objek pajak yang tepat, yang potensial tapi tidak menyulitkan warga. Kita ingin solusi fiskal ini justru memberi manfaat, bukan sebaliknya,” tegas Daryono.
Arifin Rochman